http://hotfile.files.wordpress.com/2008/08/oil-rig2.jpg

Selasa, 19 Januari 2010

The Rendezvous Memory

Diriku baru saja berkenalan dengan gadis ini dan biarkanlah pada tulisan ini aku memberikan namanya Ela. Ela dimataku adalah gadis yang bisa aku bilang menarik dan cantik dengan beberapa hal lainnya yang bisa membuat lelaki siap kawin
dewasa sepertiku pasti akan merasa tertarik dengannya.
Pada awalnya aku tidak berencana untuk berbincang terlalu jauh, tapi perjalanan waktu dan suasana yang mendukung telah menjadikan kami sedemikian dekatnya. Seingatku, bahkan disaat kami baru saja berkenalan di salah satu counter pulsa di kotaku, gadis cantik ini sudah bisa menceritakan semua kisah sedihnya bersama para lelaki sebelum aku.
“Menurutmu, siapa yang bakal pertama kali kamu kawini”, teriaknya dengan riang di saat itu.
“Tentu istriku dong!”, jawabku sambil lalu, berharap beberapa pasang mata yang menatap kami berdua di tempat duduk di pojokan cafe tidak ikut pula mendengarkan pembicaraan kami.

“SALAH!”, katanya nyaring sambil tertawa lebar.
Pada saat itu diriku tanpa disuruh seakan terpaku memandangi ekspresi yang indah serta guratan kebahagiaan dari rona wajahnya yang berkulit putih, lonjong dengan lesung pipit yang manis di pipinya yang begitu indah.
UH, batinku pun mulai mengutuki diri sendiri. Ini tidak boleh terjadi dan akupun semakin menunduk dalam.
“Gak kepingin tahu kah?”, bisiknya nakal didepanku, sambil wajahnya dimiringkan lalu tubuhnya dicondongkannya kearahku dan wajahnya agak tengadah seakan berusaha mendapatkan tatapan mataku yang pada saat itu sedang menatap ke arah gelas yang berisikan jus tomat berwarna merah, sewarna dengan baju kaosnya yang kentat.
Aku hanya menggeleng beberapa kali lalu refleks memegang keningnya dan mendorongnya dengan pelan agar agak menjauh dariku yang mulai terpengaruh dengan bau parfum beraroma lembut miliknya, sembari berusaha tersenyum untuk menghindari pertengkaran yang tidak perlu dengannya.
“Memang apa jawabannya?”, kali ini aku sepertinya terikut suasana dan menggerakkan kedua tanganku untuk bersandar diatas meja.
Pada saat itu, untuk pertama kalinya aku merasa jengah dengan suasana seperti ini. Aku takut dan hatiku mulai berdebar kencang tidak tenang.
Ela kembali mencondongkan tubuhnya dengan pelan lalu bersandar pada meja kecil didepan kami berdua, menjadikan kedua sikunya ada di atas meja dan kedua tangannya berada di dagunya, bergaya untuk memperhatikanku dengan serius.
Dengan pelan Ela menjawab, “Aku bisa kalau malam ini …”
Pada saat ini aku sudah tidak ingat persis lanjutan kata-katanya dan yang aku ingat di memoriku adalah untuk secepatnya memutuskan sesegera mungkin mensudahi pertemuan di waktu itu, dan pertemuan kami di hari-hari selanjutnya!
“Yank, setiaku hya utk mu!”, aku mengirimkan sms sesaat setelah aku tiba di rumah.
Beberapa saat kemudian, balasan datang dengan cepat.
“Ia,cintaku hya utk qm!Sdh plg kah dr tpt bosmu?Bobo yuk yank,ngantuk…”.
.
NB: Ela (dilafalkan el’la) dalam bahasa Dayak Ngaju diartikan sebagai ‘Jangan’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar